Salah satu faktor yang dijadikan penyebab prediksi Jakarta tenggelam adalah penurunan ketinggian tanah.
Dilansir dari laman CNN Indonesia, Dwi Sarah sebagai peneliti muda Pusat riset Geotekonologi, mengatakan bahwa penyebab penurunan muka tanah di Jakarta dari faktor alami, antropogenik, dan gabungan keduanya.
Untuk penyebab alami, penurunan tanah di Jakarta disebabkan dua hal, yaitu proses tektonik yang aktif dan kompaksi alamiah tanah Jakarta. Kompaksi alamiah adalah proses pengurangan lapisan sedimen tanah akibat beban sedimen di atasnya.
Sedangkan faktor antropogenik atau faktor yang melibatkan campur tangan manusia, penurunan tanah di Jakarta disebabkan eksploitasi berlebihan pada air tanah dan pembebanan.
Penurunan tanah di Jakarta terjadi secara bervariasi. Beberapa wilayah mengalami penurunan 1-15 sentimeter per tahun dan beberapa lokasi lainnya mengalami penurunan hingga 20-28 sentimeter per tahun.
Dalam jurnal penelitian Hasanuddin Z. Abidin dan rekannya, aktivitas tektonik tampak menjadi faktor yang paling tidak signifikan, mengingat aktivitas tektonik wilayah Jakarta yang tidak terlalu sering.
Sementara itu, eksploitasi air tanah berlebihan juga disebut menjadi faktor paling bertanggung jawab menyebabkan penurunan tanah Jakarta.
Faktor-faktor tersebut berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi di wilayah ibu kota, yang semakin tinggi dan menyebabkan kehadiran bangunan-bangunan baru untuk tempat tinggal atau sejumlah fasilitas lain.
Kehadiran bangunan tersebut semakin membebani tanah Jakarta.
Saat ini Pemerintah DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan air tanah.
Dalam aturan tersebut, Anies melarang penggunaan air tanah bagi para pemilik atau pengelola bangunan mulai 1 Agustus 2023 mendatang.
"Setiap pemilik atau pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah mulai tanggal 1 Agustus 2023, kecuali untuk kegiatan dewatering," demikian bunyi Pasal 8.